Sabtu, 19 Maret 2016

Budaya Batik Pekalongan




     Kerajinan batik Kota Pekalongan, Jawa Tengah telah diakui oleh Unesco (Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan) sebagai salah satu warisan budaya dunia. Pengukuhan ini rencananya dilakukan di Prancis. Ini dicapai karena masyarakat Indonesia, khususnya Kota Pekalongan bisa mempertahankan nilai estetika batik. 
     Pengakuan ini berarti Batik Pekalongan diakui sebagai budaya asli Pekalongan Indonesia yang khas tidak dimiliki negeri lain. Budaya ini juga diakui tetap hidup lestari dari generasi ke generasi dan masih digunakan oleh masyarakat. Pengakuan ini juga berarti bahwa batik menambah kekayaan budaya dunia. Dunia boleh memakai batik, tetapi tidak boleh mengklaim. 
     Tidak mudah pengakuan ini didapatkan. Prosesnya panjang dan rumit. Pada awalnya penyiapan naskah akademik tentang batik. Kemudian, enam negara perwakilan dari Unesco melakukan pengkajian terhadap budaya batik ini selama tiga tahun. Akhirnya pengakuan diputuskan terhadap budaya batik sebagai budaya milik Indonesia yang memberikan sumbangsih bagi budaya dunia. 
     Pengakuan ini adalah hasil upaya berbagai pihak, mulai dari pemerintah, pelaku industri batik, warga Indonesia. Pemerintah berperanan dalam meratifikasi konvensi Unesco untuk melindungi warisan budaya bukan benda melalui Peraturan Pemerintah (PP) 78/2007. Pelaku industri batik berjasa dalam memproduksi dan mengembangkan batik. Warga Indonesia berjasa dengan membanggakan batik dan menggunakannya sehingga industri batik tidak kehabisan pelanggan. 
     Pengakuan ini mempunyai arti besar bagi budaya dan industri kreatif Indonesia. Pertama, perlindungan budaya batik Pekalongan dari klaim negeri lain. Dengan pengakuan ini, pihak-pihak dari negara lain tidak bisa dengan mudah mengklaim nilai estetika Batik Pekalongan sebagai hak ciptanya. 
     Nama Batik memang sudah dipatenkan oleh Malaysia, tapi nilai estetikanya belum. Karena itu tepatlah upaya mendapatkan pengakuan Unesco atas nilai estetika Batik Pekalongan. 
     Kedua, pengakuan ini menunjukkan bahwa orang Indonesia bisa meraih capaian artistik dan memberikan warisan budaya pada dunia. Sebelum batik pekalongan ini, wayang dan keris terlebih dahulu memperoleh penghargaan dari Unesco juga. Ini menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai warisan budaya yang membanggakan di dunia internasional. Pengakuan ini bisa mendorong generasi muda untuk mengapresiasi, menemukan nilai-nilainya dan mengembangkan kekayaan budaya Indonesia. 
     Ketiga, meningkatnya apresiasi akan meningkatkan potensi pasar dan industri batik ini. Saat ini minat masyarakat Indonesia atas batik sudah mulai meningkat sejak hebohnya berita pematenan nama batik oleh Malaysia. Di dalam negeri, pengakuan ini bisa lebih meningkatkan minat akan batik karena semakin mantap dan yakin akan nilai-nilai dari Batik. Di luar negeri, pengakuan ini sekaligus promosi. Dan karena batik pekalongan ini unik, nilai tambah bisa meningkat karena pembeli tidak punya pembanding harga. 
     Untuk mengantisipasi perkembangan permintaan pasar tersebut, UMKM batik perlu menyiapkan pengembangan desain, kualitas, serta kedekatan secara emosional dengan selera pasar. Penghargaan atas gagasan dan karya desain harus ditingkatkan untuk memberi motivasi dan minat warga masyarakat dalam berinovasi untuk industri batik ini. Pengamatan trend pasar yang cepat berubah perlu dilakukan sebagai bahan untuk menciptakan desain yang digemari pasar. Perlengkapan desain seperti software batik berbasis fraktal juga perlu dioptimalkan untuk meningkatkan produktivitas desain batik. Keempat, pengakuan batik pekalongan ini akan mendorong pengajuan kekayaan budaya Indonesia lain kepada Unesco maupun lembaga lainnya. Masih banyak kekayaan budaya Indonesia yang perlu dilindungi karena rawan untuk diklaim oleh pihak luar. Indonesia telah memiliki warisan budaya yang patut dihargai. 
     Itu bila ditinjau lebih lanjut, mulai dari pakaian hingga perabotan. Misalnya tenun ikat, jumputan, ukiran jepara, dan seterusnya. Kekayaan budaya ini lebih-lebih yang bernilai ekonomis itu sangat rawan untuk diklaim pencuri hak cipta dari luar negeri. 
     Singkat kata, pengakuan Unesco ini membanggakan dan memberi perlindungan. Selanjutnya orang Indonesia sendiri perlu belajar menghargai budaya sendiri yang merupakan buah kerja keras, cinta, dan kecerdasan leluhur kita. Apresiasi ini berarti pengembangan UMKM dan meningkatkan martabat Indonesia di dunia internasional. 

sumber:
http://www.theworldbatikcity.blogspot.com
http://www.parasantique.com/index.php?content=budayadunia

Budaya Kota Semarang


(Perayaan Dugderan) 

(Tari Gambang)


     Kota Semarang merupakan ibu kota Propinsi Jawa Tengah yang terletak disebelah utara pulau Jawa, secara geografis kota Semarang bersebelahan dengan Kabupaten Kendal di sebelah barat, Kabupaten Ungaran di sebelah selatan dan sebelah timur terdapat Kabupaten Demak.  Dari beribu – ribu penduduk semarang terdapat beraneka ragam budaya dan kekhasan masing-masing.  Berkembang beberapa suku seperti Jawa,  Tionghua dan Arab, serta memiliki budaya yang menarik yang merupakan perpaduan budaya-budaya yang dahulunya merupakan cikal-bakal Semarang. Merujuk pada bangunan sejarah dan nama-nama tempat di kota Semarang, maka kebudayaan yang pada saat lalu berkembang seperti Islam, Tionghua, Eropa dan Jawa (pribumi). Keempat kebudayaan tersebut berbaur yang berpengaruh penting pada perkembangan Semarang tempo dulu. Sisa kebudayaan tersebut masih berdiri dengan kokoh diterpa budaya modern yang berada disekitar Pasar Johar (Kali mberok).
     Tempat-tempat yang menjadi pusat peradaban budaya yang saat ini masih terkenal dan sebagian hanya tinggal kenangan (bangunan tua) dibagi menjadi 4 (empat) yaitu : Kampung Kauman, Kampung Pecinan, Kampung Belanda ( Little Netherland), dan Kampung Melayu. Kampung Kauman pada tempo dulu merupakan kawasan padat penduduk keturunan jawa, sekarang keturunan Arab juga banyak. Kampung Pecinan dihuni sebagian besar oleh keturunan Tionghua dan Kampung Belanda merupakan daerah pemerintahan dan kota kecil yang sekarang disebut dengan  Semarang Kota Lama. Sementara Kampung Melayu lebih banyak keturunan Arab, dan pada saat ini masyarakat Jawa lebih banyak berada di daerah kampung melayu.
     Tari-tarian tradisonal di Semarang, biasanya dipertunjukkan saat event-event besar atau festival yang ada di Semarang, seperti Dugderan. Tarian tradisional Semarang juga tak lepas dari berbagai etnis yang ada seperti  Jawa, Cina dan juga Arab.Selain itu salah satu tarian di Semarang yang hampir tidak pernah ketinggalan adalah Tari Semarangan. Bukan hanya namanya saja yang mirip dengan kotanya, tarian ini merupakan salah satu kebudayaan asli Kota Semarang. Tarian ini memiliki tiga jenis gerakan dasar, yaitu ngondek, ngeyek, dan genjot. Ada pula Tari Topeng. Jika Anda berpikir kalau para penarinya menggunakan topeng saat menari, maka Anda benar. Namun, topeng tersebut tidak dipakai di wajah, melainkan membuat sebuah komposisi gerakan yang memainkan dua topeng tersebut. Tari Topeng memang lebih menonjolkan pada busana maupun properti yang dipakai oleh penarinya.
     Gambang Semarang mungkin menjadi salah satu kesenian yang cukup menarik di Semarang. Selain terdiri dari unsur musik, vokal, dan juga lawak/lelucon, Gambang Semarang juga dipadu dengan tarian tradisional. Seiring perkembangannya jaman, Gambang Semarang dipadukan pula dengan seni gerak tari, yang pada masa lampau ditarikan oleh penari-penari transeksual. Seni tari Gambang Semarang memiliki gerakan yang berpusat pada pinggul penarinya. Berdasarkan fungsinya sebagai tontonan atau hiburan bagi warga, selama ini biaya produksi kesenian Gambang Semarang selalu ditanggung oleh masyarakat penyelenggara.
     Pada perayaan tradisi Dugderan, kita bisa melihat beberapa percampuran budaya yang ada di Semarang. Perpaduan budaya ini bisa disaksikan pada Warak Endog, yaitu sebuah boneka binatang raksasa mitologis yang digambarkan sebagai simbol atau perwakilan akulturasi budaya dari keragaman etnis yang ada di Semarang. Bagian-bagian tubuhnya terdiri dari kepala naga (Cina), badan buraq (Arab) dan kaki kambing (Jawa). Kata Warak sendiri berasal dari bahasa arab Wara’I yang berarti suci. Dan Endog (telur) disimbolkan sebagai hasil pahala yang diperoleh seseorang setelah sebelumnya menjalani proses suci. Secara harfiah, Warak Ngendog bisa diartikan sebagai siapa saja yang menjaga kesucian di Bulan Ramadan, kelak di akhir bulan akan mendapatkan pahala di hari lebaran

Sumber: